Penulis: admin |
Oleh : Dede Farhan Aulawi (Pengamat Terorisme)
BARU tahun lalu saya berkesempatan mengunjungi negara New Zealand. Perjalanan mulai dari Auckland, Rotorua, Wellington, Christchurh sampai Queenstown. Tidak heran jika dunia menjulukinya negara paling aman dan tenang, karena faktanya memang demikian adanya. Kota-kota yang sejuk, indah dan bersih membuat siapun akan betah tinggal lama disana. Terlebih saat di Queenstown kota paling selatan ini, bertepatan dengan turunnya salju yang sangat tebal membuat pemandangan alamnya semakin indah.
Namun sayang sekali, kedamaian negara teraman di dunia ini harus dikotori oleh sekelompok kecil manusia yang super biadab dimana sudah hilang urat kasih sayang dan kemanusiaannya. Secara tiba-tiba tanpa sebab musabab dan alasan yang jelas, mereka merencanakan pembunuhan bagi orang-orang tak berdosa yang sedang melaksanakan ibadah sholat Jum’at. Ntah iblis mana yang merasuki fikirannya atau kesombongan macam apa yang membuatnya dengan gagah perkasa membuat streaming terhadap seluruh prosesi ritual pembantaian itu.
Lebih dari itu semua kronologis pembantaian inipun mereka sebarkan ke dunia. Inilah dahsyatnya teknologi dipakai sebagai instrumen propaganda kejahatan yang super masif dan real time. Lebih dari itu, pelakunya pun tidak sedikitpun memiliki mimik penyesalan atau rasa bersalah. Apakah hatinya tertukar dengan anjing serigala atau mungkin burung pemakan bangkai.
Ini bukan soal kekecewaan sekolompok orang, tetapi seluruh masyarakat dunia yang masih memiliki nalar yang sehat menyampaikan kutukan keras, sebagai tindakan biadab yang luar biasa. Nilai-nilai kemanusia diinjak-injak dan dipertontonkan kepada dunia, seolah-olah ingin dikatakan superhero bagi kelompoknya. Kalaupun didorong oleh rasa kekhawatiran membanjirnya kaum imigrant, lalu apa itu tindakan penyelesaiannya? Nalar logik macam apa yang ada di kepalanya. Kalaupun dasarnya karena kebencian, kebencian karena apa sehingga mereka begitu teganya membantai sekitar 50 manusia yang tidak melakukan kesalahan pada mereka?
Meskipun kita tahu, bahwa aksi terorisme lone-wolf ini bukan yang pertama di dunia. Tetapi apa yang dilakukan oleh Brenton Tarrant memang berbeda dengan yang lainnya, dimana kebiadaban sengaja dipertontonkan dengan bangganya. Ada juga kasus yang mirip seperti kasus kelompok cow vigilante Hindu di India yang menyebarkan video pengeroyokan dan berujung kematian Alimudin Ansari yang nekat menjual daging sapi padahal ia tahu bahwa hukum di negara itu melarangnya.
Ada lagi potret kasus Robert Bowers yang melakukan penyerangan terhadap sebuah sinagog di Pittsburg AS. Dengan senjatanya ia membunuh 11 orang Yahudi yang dianggap membahayakan warga kulit putih. Begitu juga kelompok ekstremis Buddha di Myanmar, Thailand, dan Srilanka yang menganggap bahwa kelompok Muslim akan melakukan Islamisasi di negeri mereka dan akan menghancurkan masyarakat dan agama Buddha yang telah lebih dahulu ada. Lalu Teori konspirasi dan propaganda-propaganda agitatif terus dilancarkan secara masif, sistemik dan terstruktur.
Lalu apa sebenarnya yang mendasari pemikiran penuh kekhawatiran yang berujung pada kebencian dan pembantaian? Separah itukah nalar-nalar sehat mampu direcoki oleh berbagai racun naif. Tidak adakah serum yang efektif untuk mengatasi kekhawatiran dan kebencian itu? Jika tidak segera ditemukan obat penawarnya sangat dikhawatirkan peristiwa semacam ini akan terus berulang di episode-episode berikutnya. Paling yang membedakan hanya soal peran pemain utama, pemain tambahan, tempat, waktu dan lokasi shootingnya.
Segera temukan obat-obat mujarab untuk menyembuhkan fikiran Tarrant-Tarrant lainnya yang memiliki manifesto poltik super keras dengan jargon ”The Great Replacement”, dimana fikirannya dan keyakinannya menyebutkan bahwa imigrasi besar-besaran adalah genosida kulit putih. Oleh karena itu Ia dan kelompoknya bertekad untuk melawan kaum Muslim untuk ”menjamin eksistensi orang-orang kita dan masa depan anak-anak kulit putih”.
Lalu apakah manifesto Tarrant tersebut hanya ada di kelompok kecil New Zealand atau Australia saja ??? Ini yang harus segera diidentifikasi dan dicegah oleh siapapun dan dimanapun, dengan cara segera melaporkannya ke aparat yang berwajib jika melihat hal-hal yang mencurigakan.
Sementara hikmah yang terjadi, sekarang banyak masyarakat nonmuslim yang ingin mengetahui dan mempelajari lebih dalam tentang Islam. Bukan hanya di New Zealand tetapi juga di seluruh dunia. Bahkan di New Zealand, tepat 4 hari setelah peristiwa Christchurch dikabarkan sudah lebih dari 350 orang warga New Zealand mengikrarkan masuk Islam. Di samping itu sentimen toleransi juga semakin menguat di dunia barat, seperti di AS, Inggeris, dan lain-lain.
Semoga jiwa para syuhada Christchurch akan bahagia melihat fenomena dunia yang semakin menghayati arti dan makna kedamaian, saling menghormati perbedaan, tepo seliro dan empati. Hal ini tentu menjadi harapan semua umat yang beradab, dan semoga dunia menjadi lebih aman dan damai. Aamiin YRA. (***).
Kiriman Pembanca Koran Perbatasan, Rabu, 20 Maret 2019