Penulis: admin |
NATUNA, (KP),- Menurut cerita sejumlah tokoh tetua yang ada di Ranai Kabupaten Natuna, sebelum ditinggal oleh Singapore Pelabuhan Penagi kerap disinggahi kapal-kapal asing sebagai jalur perdagangan. Anizar Sulaiman, salah seorang tokoh masyarakat Natuna, menceritakan bahwa sekitar tahun 60-an sebelum terjadi konfrontasi Indonesia-Malaysia, Penagi merupakan bandar perdagangan yang telah berhasil membuat masyarakat Bunguran menjadi makmur.
Meskipun hanya mengandalkan hasil bumi seperti kopra dan karet, nyatanya masyarakat saat itu, tidak merasa kesulitan sebagaimana yang dialami oleh masyarakat setelah daerah Bunguran berubah menjadi Ibukota Kabupaten Natuna. Saat itu, masyarakat pedagang dinilainya lebih banyak yang menyimpan mata uang dollar, ketimbang rupiah. Karena hasil bumi yang mereka jual kebanykan di beli oleh pedagang-pedagang asal Malaysia dan Singapore.
Hari ini, Penagi terlihat seperti daerah tidak memiliki apa-apa, bahkan sampai saat ini pelabuhan yang dibangun oleh para datuk kaya bunguran tersebut terbiarkan begitu saja. Seoalah-olah daerah yang kononnya pernah dijatuhkan bom oleh pesawat tempur Jepang sekitar tahun 45 itu, tidak memiliki nilai sejarah. Dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna dinilai telah melupakan sebuah tempat dan pelabuhan bersejarah yang dinilainya memiliki icon tersendiri.
“ Seharusnya pemerintah saat ini sudah membangun pelabuhan penagi menjadi lebih bagus lagi sesuai dengan desain perkembangan zaman. Kalau dulu hanya perdagangan biasa, hari ini setelah menjadi kabupaten, Penagi harusnya menjadi pusat perdagangan bandar baru. Tapi hari ini Penagi berangsur-angsur surut bahkan sudah sedikit orang yang mengenalnya, “ ujar Anizar.
Ungkapan yang sama juga keluar dengan lantang dari lisan Ketua LSM Forum Masyarakat Miskin (Formis) Ronny Kambey. Kepada Koran Perbatasan Ronny mengatakan keberadaan pelabuhan tersebut sudah ada sejak pemerintahan Jepang. Selain memiliki histori tersendiri pelabuhan penagi juga diakuinya sebagai satu-satunya peluang utama masyarakat bunguran untuk membuka usaha.
Menurut Ronny, sudah waktunya pelabuhan tersebut di perbaiki, karena fungsinya sangat berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian masyarakat Natuna khususnya di Ranai. Menurut Ronny sampai hari ini pelabuhan itu, masih dimanfaatkan sebagai tempat bongkar muat barang-barang kebutuhan sehari-hari, seperti gula, tepung beras, dan lain sebagainya.
Kata Ronny, seharusnya Pemkab Natuna lebih mengutamakan pembangunan pelabuahan yang selama ini dibiarkan begitu saja. Sebelum membangun pelabuhan-pelabuahan yang berada di daerah lain. Karena keberadaan pelabuhan yang terbuat dari kayu itu, jika dibangun dengan baik, bagus, rapi, dan dilengkapi segala pasilitas, serta dibuat sedikit lebih besar dari yang sebelumnya, akan membawa dampak bagi perkembangan perekonomian masyarakat di Ranai Natuna.
“Alangkah lucunya jika pemerintah tidak memperhatikan keberadaan pelabuhan ini, padahal dulu pelabuhan ini adalah sumber usahanya orang-orang kaya di Ranai. Kenapa pula sekarang dibiarkan begitu saja?. Padahal kalau dibuat yang bagus, besarnya di tambah, diberi pasilitas yang memadai, ditata dengan baik, pasti orang akan tertarik. Tentunya pereokonomian di Natuna-pun pasti akan berkembang, “ papar Ronny.
Ronny menegaskan, untuk membangun kembali pelabuhan warisan nenak moyang tersebut, sebenarnya pemerintah sudah cukup mampu. Apalagi zaman sudah serba canggih, dan maju. “ Natuna terkenal dengan kekayaannya, tinggal kesadaran hati nuraninya saja lagi. Menyangkut kepentingan publik, pemerintah harus memiliki perencanaan yang matang, mana pelabuhan yang harus di proritaskan, dan harus segera di bangun, “ tutup Ronny. (Amran).