Penulis: admin |
JAKARTA (KP), – Kompleksitas dan luas jangkauan suatu area yang menjadi tanggung jawab pengawasan bagi sebuah institusi menuntut sebuah kreativitas bidang inspektorat untuk mengembangkan model pengawasan yang efisien berbasis pada inovasi teknologi. Model pengawasan seperti ini dalam penerapannya dikenal dengan istilah Teknologi Pengawasan atau Supervisory Technology dan biasa disingkat dengan Suptech. Saat ini penerapannya semakin meluas, namun ada banyak juga yang masih menggunakan model–model konvensional.
Untuk mengetahui lebih jauh terkait hal ini, media pun mewawancarai seorang pemerhati Suptech yang juga Komisioner Kompolnas RI, Dede Farhan Aulawi di Jakarta, Senin (2/9). Dede menjelaskan bahwa Teknologi Pengawasan adalah penggunaan teknologi inovatif oleh suatu lembaga pengawas, baik pengawas internal ataupun pengawas eksternal dalam mendukung program pengawasan. Hal ini bertujuan untuk membantu lembaga pengawas tersebut mendigitalisasi proses pelaporan dan peraturan, pemantauan risiko serta kepatuhan yang lebih efisien proaktif di lembaga yang menjadi tanggungjawabnya.
“Sejumlah lembaga pengawas sudah menggunakan cara-cara inovatif ini dengan menerapkan Pendekatan Berbasis Risiko (Risk Based Approach). Terlebih saat ini kemajuan teknologi telah memfasilitasi lahirnya pusat data yang bisa digunakan sebagai instrumen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam hal pengawasan,” ungkap Dede.
Selanjutnya Dede juga menjelaskan bahwa Suptech banyak diterapkan di dua bidang aplikasi, yaitu pengumpulan data dan analisis data. Dalam pengumpulan data, aplikasi digunakan untuk pelaporan pengawasan dan pengelolaan data, contohnya untuk menarik data langsung dari sistem TI (Bank Data), validasi dan konsolidasi data otomatis dan chatbots untuk menjawab keluhan atau pengaduan dari publik.
Dalam hal analisis data, misalnya di perbankan, aplikasi digunakan untuk pengawasan pasar, analisis pelanggaran serta pengawasan mikroprudensial dan makroprudensial. Contohnya mendeteksi aktivitas perdagangan orang dalam, identifikasi pencucian uang, memantau risiko likuiditas entitas yang diawasi, dan memperkirakan kondisi pasar perumahan. Aplikasi-aplikasi ini berada dalam tahap pengembangan dan implementasi yang berbeda, mulai dari pertanyaan penelitian akademik hingga proof-of-concept dan use-cases hingga operasional penuh.
Pemanfaatan aplikasi Suptech yang awalnya diterapkan oleh institusi keuangan, saat ini model tersebut mulai diterapkan secara lebih luas ke lembaga lain yang memiliki kewenangan dalam hal pengawasan. “Dalam penerapannya strategi Suptech terdiri dari tiga elemen kunci, yaitu pertama, ambisius dan terukur (dapat dicapai targetnya), misalnya soal teknologi yang akan digunakan, area pengawasan dan pendanaannya. Kedua, penilaian ketersediaan data saat ini, kualitas data dan ketersediaan sumber daya analitis. Ketiga, perencanaan tahapan–tahapan penerapannya,” ujar Dede mengakhiri percakapan. (KP).
Laporan Redaktur