Penulis: admin |
BANDUNG (KP), – Berbicara soal goa, mungkin belum banyak orang yang tahu. Sebagian hanya penah lihat gambarnya dari sumber – sumber bacaan semata dan sebagian lagi mengenal isi goa karena langsung melakukan petualangan ke dalam goa itu sendiri. Jadi mereka tahu persis bagaimana indahnya sebuah goa berdasarkan pandangan matanya secara langsung.
Namun demikian, belum tentu semua orang berani untuk masuk ke dalam goa, karena berbagai pertimbangan termasuk bahaya yang mungkin saja bisa terjadi saat berada di dalam goa. Secara teoritik, goa adalah suatu lubang di dalam tanah atau di batuan yang terbentuk secara alami.
Pada kesempatan ini, media berdiskusi ringan dengan Pemerhati Goa yang juga Ketua Umum Gerakan Nasional Pecinta Pariwisata Indonesia (GENPPARI) Dede Farhan Aulawi dekat kediamannya di kota Bandung, Sabtu (31/8). Dede memaparkan bahwa ilmu pengetahuan geomorfologi dapat menjelaskan asal muasal terbentuknya sebuah goa, khususnya di area bebatuan gamping.
“Ada gua yang terbentuk di atas permukaan air tanah (zona vadose), dibawah permukaan air tanah (zona phreatic), atau pada bidang dari permukaan air tanah itu sendiri. Ada beberapa teori yang bisa dipelajari untuk menambah wawasan tentang goa, seperti Teori Vadose-Dwerry House (1907), Teori Deep Phreatic-Cjivic (1893), dan Teori Phreatic Dangkal atau Teori Water Table-Swinnerton (1932). Tentu bukan hanya itu, karena ada banyak teori – teori lainnya,” jelas Dede.
Selanjutnya Dede juga menambahkan bahwa hampir semua goa yang ada dibentuk dari karst yang telah mengalami pelarutan sehingga menimbulkan relief dengan adanya proses geokimia, dimana unsur utamanya adalah karbonat (CaCO3) yang sangat reaktif terhadap larutan asam, khususnya larutan senyawa asam yang mengandung CO2. Adapun persamaan reaksinya adalah CaCO3+H2O+CO2Ca+2HCO3. Reaksi ini juga bisa menjelaskan proses terbentuknya hiasan-hiasan goa seperti stalaktit, stalagmit, flowstone, guardam, dan lain–lain.
Dede mencontohkan ketika Tim GENPPARI melakukan petualangan ke dalam Goa Nyai di Desa Mekarsari, Pancatengah, Tasikmalaya. Goa ini dinilainya memiliki keunikan dan tantangan tersendiri. Di samping itu juga menyimpan keindahan alam yang sangat luar biasa, meskipun sedikit berbalut dengan kengerian dan rasa ketakutan ketika memasukinya. Bukan saja kekhawatiran adanya binatang–binatang tertentu, tetapi juga kemungkinan adanya mahluk–mahluk lain penghuni goa tersebut.
Namun semua itu akan terbayarkan saat bisa melihat keindahan ornamen alam di dalamnya. Keindahan stalaktit dan stalakmit di dalamnya hampir menyerupai keindahan Goa Altamira di Spanyol, Goa Mamonth dan Carlsbad di Amerika Serikat serta Goa Coranche di Perancis. Goa Nyai sendiri sebenarnya termasuk goa yang cukup berbahaya, sehingga para petualang goa yang ingin memasukinya harus berhati–hati dan sebaiknya didampingi oleh pendamping ahli dari warga setempat, seperti saat GENPPARI berpetualang disana, mereka langsung didampingi oleh Kepala Desa dan tim jelajahnya yang mengenal betul area tersebut.
Goa ini dikategorikan cukup berbahaya karena di dalamnya banyak air yang tergenang mirip seperti kolam dan juga ada aliran air Sungai Cibanteran dan Cimedang, juga beberapa mata air. Meskipun saat musim kemarau alirannya relatif kecil, tapi tentu sangat berbahaya di saat musim penghujan.
Terakhir Dede menjelaskan bahwa penamaan Goa Nyai, bukan berarti goa itu penuh bidadari, melainkan karena pada tahun 1986 ditemukan adanya bekas telapak kaki buaya. Meskipun sampai saat ini belum pernah ada yang melihat buaya di dalam goa tersebut. “Jadi sebutan Nyai dalam hal ini bukan sebutan bagi seorang perempuan, melainkan sebutan untuk buaya yang kemungkinan pernah menghuni goa tersebut,” pungkas Dede mengakhiri diskusi kecil sabtu sore. (KP).
Laporan Redaktur