Penulis: admin |
TAJUK KORANPERBATASAN.COM
PENUNDAAN pelantikan calon terpilih anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota tersangka dugaan tindak pidana korupsi oleh KPU dibeberapa daerah menuai polemik. Masyarakat menilai PKPU nomor 5 tahun 2019 yang dijadikan dasar oleh KPU untuk mengirimkan surat penundaan pelantikan peserta pemenang Pemilu hingga putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap bertentangan dengan peraturan di atasnya.
Masyarakat menganggap KPU tidak profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pesta demokrasi di tanah air. Berbagai pandangan negatif terhadap kinerja KPU menjadi buah bibir. KPU disebut telah melukai hati masyarakat karena membiarkan calon terpilih lolos pada saat pendaftaran. Sementara mengusulkan penundaan setalah bakal calon resmi terpilih.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Repubuk Indonesia nomor 12 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, Pasal 30 menyebutkan jika calon anggota DPRD terpilih ditetapkan menjadi tersangka pada saat pengucapan sumpah janji, yang bersangkutan tetap melaksanakan pengucapan sumpah janji menjadi anggota DPRD.
Jika calon anggota DPRD terpilih ditetekan menjadi terdakwa pada saat pengucapan sumpah janji, yang bersangkutan tetap melaksanakan pengucapan sumpah janji menjadi anggota DPRD dan saat itu juga diberhentikan sementara sebagai anggota DPRD. Selanjutnya dalam hal calon anggota DPRD terpilih ditetapkan menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap pada saat pengucapan sumpah janji, yang bersangkutan tetap melaksanakan pengucapan sumpah janji menjadi anggota DPRD dan saat itu juga diberhentikan sebagai anggota DPRD.
Pada sisi lain ada pula masyarakat yang terlihat mendukung penuh upaya KPU menunda pelantikan itu, guna melahirkan pemimpin bersih di daerahnya. Masyarkat memastikan bahwa KPU sudah bekerja dengan baik sesuai tupoksinya.
Karena berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Republik Indonesia nomor 5 tahun 2019 tentang penetapan pasangan calon terpilih, penetapan perolehan kursi, dan penetapan calon terpilih dalam Pemilu Pasal 33 ayat (3) dalam hal terdapat calon terpilih anggota DPRD Provinsi yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi, KPU Provinsi menyampaikan usulan penundaan pelantikan yang bersangkutan disertai dokumen pendukung kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri melalui Gubernur sampai dengan terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Kemudian pada ayat (4) dalam hal terdapat calon terpilih anggota DPRD Kabupaten/Kota yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi, KPU Kabupaten/Kota menyampaikan usulan penundaan pelantikan yang bersangkutan disertai dokumen pendukung kepada Gubernur melalui Bupati/Wali Kota sampai dengan terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Perdebatan sengit di daerah-daerah terkait penundaan calon terpilih anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota seharusnya tidak terjadi. KPU seharusnya mencoret nama-nama bakal calon pada saat pendaftaran jika tidak sesuai dengan peraturan berlaku. Karena KPU sudah mengantongi peraturan-peraturan yang mengatur tentang boleh atau tidaknya seseorang itu menjadi peserta Pemilu. Sehingga tidak terkesan melukai hati masyarakat para pendukung dan calon terpilih pada saat pelantikan.
Calon terpilih, seharusnya juga tidak memaksakan dirinya disaat hendak mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Karena sudah megetahui bahwa hukum tidak memperbolehkan atas status hukum yang ia sandang. Sebab, masyarakat menaruh harapan besar terhadap dirinya, sementara harapan itu binasa disaat kemenangan berpihak.
Koranperbatasan.com Sabtu, 25 Agustus 2019