Penulis: admin |
MUNGKIN sering terdengar di telinga kita Provinsi Riau disebut dengan nama Bumi Lancang Kuning. Sebagai bentuk kebesaran dan pengakuan, Perahu lancang kuning pun menjadi ikon dari Provinsi Riau.
Tapi, Tahukah Anda, Dari Mana Asal Muasal Kata Lancang Kuning itu?
Bersumber dari pemberitaan terasriau.com dalam sebuah tulisan yang dikutip dari budayawan Riau, H Tenas Effendy, Lancang Kuning merupakan perlambang atau tanda akan kegemilangan Riau dan Lancang Kuning juga menjadi simbol Provinsi Riau. Daerah Riau (Rumpun Melayu Riau) memiliki ribuan pulau yang bertebaran dari Lautan Cina Selatan sampai ke Selat Melaka. Alat perhubungan yang utama adalah perahu layar. Karenanya di daerah ini terdapat berpuluh macam jenis perahu, yang telah dikenal sejak berabad-abad silam.
Untuk pelayaran jauh dipergunakan perahu layar besar, sedangkan untuk pelayaran dekat dipakai perahu berukuran sedang dan kecil. Perahu besar disebut Kici, Pinisi, Tongkang, Kotak, dan sebagainya. Perahu berukuran sedang disebut Nadi, Kolek, Keteman, Jung, dan sebagainya.
Adapun perahu berukuran kecil dinamakan Jalur, Sampan Kampar, Sampan Siak, Biduk, dan sebagainya. Disamping itu ada pula perahu yang khusus dipergunakan untuk berperang yang paling terkenal adalah Lancang dan Penjajab. Lancang dipergunakan pula untuk kenaikan para raja dan merupakan kapal komando dalam angkatan laut kerajaan. Lancang yang menjadi kenaikan raja dan menjadi kapal komando itu disebut Lancang Kuning.
Lancang Kuning adalah sebagai lambang kebesaran, kejayaan, kekuasaan, dan kepahlawanan. Karenanya Lancang Kuning diabadikan dalam nyanyian rakyat, dijadikan salah satu unsur utama dalam upacara pengobatan tradisional (belia dan ancak), dan dituangkan dalam cerita-cerita rakyat serta dalam tarian rakyat.
Asal Usul Lancang Kuning
Belum diketahui sejak kapan Lancang ini bermula dan dipergunakan di daerah Riau, demikian pula penciptanya. Namun demikian, Lancang umumnya dan Lancang Kuning khususnya sudah disebut dalam nyanyian rakyat (Lagu Lancang Kuning), disebut dalam cerita rakyat ( Kisah Lancang Kuning di Bukit Batu, si Lancang di Kampar Kiri, Batang Tuaka di Indragiri Hilir, Pulau Dedap di Kabupaten Bengkalis).
Ditarikan dalam Tarian Rentak Zapin (Tari Zapin Lancang Kuning), dijadikan upacara pengobatan tradisional (upacara belian dan ancak) dan sebagainya, maka kita cenderung berpendapat bahwa Lancang Kuning ini telah demikian berakarnya dalam kehidupan rakyat daerah ini sejak beratus-ratus tahun yang silam.
Dugaan ini dikuatkan lagi dengan disebut-sebutnya Lancang sebagai kendaraan penting dalam kisah-kisah kerajaan Riau Bintan, Kerajaan Pekantua, Kerajaan Siak Sri Indrapura, Kerajaan Rokan, Kerajaan Pelalawan, Kerajaan Keritang, Kerajaan Kandis, dan Kerajaan Indragiri, dan lainnya. Oleh sebab itu, negeri Riau disebut pula sebagai Bumi Melayu Lancang Kuning. Bentuk Lancang umumnya berbentuk panjang, rendah, dan ramping. Tiangnya tiga buah yang disebut Tiang Agung dan Tiang Cantel. Pada bagian buritan terdapat rumah-rumahan yang disebut Magun.
Menurut cerita turun-temurun, nama Lancang itu berasal dari kata Kencang. Karena kendaraan ini memang sangat laju. Bagian-bagian Lancang adalah lunas, yakni kayu dasar pada Lancang, terletak dibagian bawah sekali. Kayu ini dipilih yang keras dan kuat. Pembuatannya tidak disambung-sambung. Pada setiap Lancang terdapat ukiran (ornamen). Pada Lancang Kuning ukiran itu lebih banyak lagi dibuat dengan berbagai motif sesuai menurut penempatannya.
Ukiran-ukiran itu disebut Itik Pulang petang, Akar Pakis, Segi Wajik, Siku-siku, Pucuk Rebung, Bunga Kundur, Bunga Manggis, Bintang-bintang, Awan-awan, Sayap Layangan, Kuntum Tak Jadi. Disamping ukiran diatas, dapat pula diberi variasi lain sesuai selera setempat. Terutama untuk hiasan haluan dan sauknya dibuat ornamen dalam bentuk tertentu, sesuai pula derajat pemakainya. (Red).