Penulis: admin |
Tajuk Editorial Redaksi
DIREKTUR Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Nusa Kabupaten Natuna Provinsi Kepri, Hendro, terkejut mendengar laporan terkait sumber mata air yang mereka kelola disebut ilegal. Informasi itu, diperolehnya melalui siaran pemberitan Batam Pos, terbit Kamis, 15 Februari 2018 dengan judul “Air Yang Diambil PDAM Disebut Ilegal”.
Pimpinan perusahaan pelat merah itu, sedikit bingung dan mengaku kecewa atas pernyataan yang disampaikan kepada salah satu media harian terkait sumber air yang disebut ilegal. Padahal kawasan hutan menurutnya menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Hendro bertanya heran kepada dinas terkait seperti kehutanan, dan DLH yang terkesan membiarkan pihaknya berjalan sendiri.
Karena Perda pendirian PDAM dikelurkan langsung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna pada tahun 2004 silam. Sekitar tahun 2006 – 2007 pihaknya menjajaki pembuatan izin. Alhasil dinas terkait meminta agar segera mengurus izin Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL), dan membuat kajian. Sayangnya PDAM tidak memiliki cukup uang untuk mendatangkan para konsultan. Usulan anggaran yang disampaikan kepada dinas terkait tak kunjung datang.
Dalam proses pengurusan berjalan, pihaknya dihadapkan dengan persoalan baru yaitu pengelolaan kawasan hutan lindung di Natuna sudah diserahkan kepada kelompok masyarakat. Pembuktian itu diperolehnya dari sebundel berkas berisikan Surat Keputusan (SK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan.
Surat Keputusan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Februari 2017 tersebut menyatakan tentang pemberian izin usaha pemanfaatan hutan kepada Gapoktan Lappan seluas lebih kurang 2.520 hektar pada kawasan hutan lindung tempat dimana sumber mata air PDAM berada.
Sekretaris Badan Pengawas PDAM Tirta Nusa Fadillah, menyayangkan pernyataan yang disampaikan oleh Kepala UPT Kesatuan Pengelola Hutan Produksi Unit V Natuna Tri Susilo Hadi. Fadillah, penyebutan kata ilegal terhadap sumber air yang dikelola PDAM sangat tidak pantas.
Perseteruan tersebut seharusnya ditanggapi serius oleh para wakil rakyat melalui komisi yang membidanginya. Wakil rakyat harus memangil kedua belah pihak dan melibatkan dinas terkait guna mendudukan persoalan yang terjadi agar air minum rakyat di Natuna tidak terancam putus.
Dalam rapat dengar pendapat nantinya segera pertanyakan kepada Ketua Gapoktan Lappan terkait legalitas, dan maksud serta tujuan dari Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Karena telah memberi izin kepada sekelompok masyarakat untuk mengelola lahan hutan. Langkah selanjutnya adalah mendudukan persoalan yang terjadi hingga tuntans. (Koran Perbatasan, Senin, 05 Maret 2018).