Penulis: admin |
TULANG BAWANG, (KP),- Dugaan pungli pembuatan sertifiat Prona di Kecamatan Dente Teladan, salah satunya Kampung Dente Makmur, Kabupaten Tulang Bawang (Tuba) mendapat perhatian khusus dari BPN Tuba. Bahwa BPN mewarning aparatur kampung untuk siap menerima konsekuensi hukum, jika terbukti melampaui ketentuan yang berlaku.
“Karena itu keputusan kampung, kami tidak ikut andil dan bila terbukti melebihi peraturan yang berlaku maka resikonya tanggung jawab kampung setempat,” kata Kepala Subbagian Tata Usaha, BPN Tuba, Herwandi, S,ST, saat ditanya terkait adanya dugaan pungli sertifikat Prona di Kampung Dente Makmur, Senin (17/6).
Diberitakan sebelumnya, diduga oknum aparatur kampung di Kecamatan Dente Teladan yakni Kampung Dente Makmur Kabupaten Tulang Bawang, melakukan pungutan liar (Pungli) pembuatan sertifikat Prona sebesar Rp 600 ribu untuk satu buku sertifikat Rp 300 ribu untuk pembuatan surat sporadik, untuk mendapatkan satu buku sertifikat warga harus mengeluarkan Rp 900 ribu, seperti yang diungkapkan beberapa warga kepada wartawan, Selasa (11/6) lalu.
Diungkapkan oleh H, S dan N, “Apabila kami tidak melunasi biaya yang diminta oleh oknum tersebut, maka sertifikat kami tidak di berikan, mirisnya lagi mereka bisa berkali datang ke rumah warga meminta untuk melunasi pungutan itu, jelaskami sangat keberatan dengan jumlah pungutan sebesar itu, ” ungkap warga RT 02 Kampung Dente Makmur.
Saat dikonfirmasi wartawan, panitia pengelolah sertifikat prona Kampung Dente Makmur, Suwite mengatakan, dirinya ditunjuk oleh mantan Kepala Kampung Trimo untuk menjadi ketua panitia pengelola pembuatan sertifikat, dengan pungutan 900 ribu/sertifikat, sementara tahun 2019 ini Kampung Dente Makmur mendapatkan jatah 316 sertifikat prona.
Saat ini Kampung Dente Makmur dipimpin oleh Seketaris Kecamatan (Sekcam) sabagai Pelaksana jabatan (Pj) Rumiati, SE,MM yang berhasil diwawancarai mengatakan, bahwa dirinya akan mengkroscek dahulu kepada rekan-rekan aparatur kampung terlebih dahulu yang diduga melakukan pungutan tersebut.
Sementara warga berharap permasalahan ini dapat segera diungkap, karena penarikan pungutan yang dilakukan sangat memberatkan warga yang rata-rata berekonomi lemah, selain itu pungutan ini sudah menjadi ajang bisnis para oknum tersebut.
Seperti yang diketahui Prona adalah singkatan dari Proyek Operasi Nasional Agraria. Prona diatur dalam Kepmendagri No. 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria. Tujuan utama dari Prona adalah memproses sertifikat tanah secara masal sebagai perwujudan dari pada program Catur Tertib di bidang pertanahan yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dan ditujukan bagi segenap lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah, serta menyelesaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis. Prona dibentuk dalam lingkungan Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri.
Kemudian, mengenai biaya yang dikenakan untuk sertifikat tanah Prona, hal itu diatur dalam Keputusan Meneg Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1995 tentang Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertifikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan konversi bekas hak tanah adat, yang menjadi obyek proyek operasi nasional Agraria (Kepmeneg Agraria 4/1995).
Pasal 1 ayat (1) Kep Meneg Agraria 4/1995 menyatakan sebagai berikut: Pemberian hak-hak atas tanah negara kepada masyarakat, penegasan/pengakuan atas tanah-tanah hak adat dan tanah-tanah lainnya yang ditentukan sebagai lokasi proyek operasi nasional Agraria dalam rangka persertifikatkan tanah secara massal, dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada negara seperti yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1975, dan kepada penerima hak-haknya dikenakan kewajiban membayar biaya administrasi.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pensertifikatan tanah dalam rangka PRONA dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara, tapi penerima sertifikat tanah PRONA tetap harus membayar biaya administarsi. (KP).
Pewarta : Hepi Suhara