close menu

Masuk


Tutup x

Minta Biaya Kepada Pemilik Sertifikat, Oknum Aparatur Kampung Diduga Pungli

Penulis: |

TULANG BAWANG (KP),- Diduga oknum aparatur kampung di Kecamatan Dente Teladan yakni Kampung Dente Makmur Kabupaten Tulang Bawang, melakukan pungutan liar (Pungli) pembuatan sertifikat Prona sebesar Rp 600 ribu untuk satu buku sertifikat Rp 300 ribu untuk pembuatan surat sporadic. Artinya untuk mendapatkan satu buku sertifikat warga harus mengeluarkan uang sebesar Rp 900 ribu, seperti yang diungkapkan beberapa warga kepada wartawan, selasa (11/06/2019).

Diungkapkan oleh H, S dan N, “apabila kami tidak melunasi biaya yang diminta oleh oknum tersebut, maka sertifikat kami tidak diberikan. Mirisnya lagi mereka bisa berkali datang ke rumah warga meminta untuk melunasi pungutan itu, jelas kami sangat keberatan dengan jumlah pungutan sebesar itu,” ungkap warga RT 02 Kampung Dente Makmur.

Saat dikonfirmasi wartawan, panitia pengelolah sertifikat Prona Kampung Dente Makmur, Suwite mengatakan bahwa dirinya ditunjuk oleh mantan Kepala Kampung Trimo untuk menjadi ketua panitia pengelola pembuatan sertifikat, dengan pungutan 900 ribu/sertifikat, sementara tahun 2019 ini Kampung Dente Makmur mendapatkan jatah 316 sertifikat prona.

Saat ini Dente Makmur Kepala pemerintahannya dipimpin oleh Seketaris Kecamatan (Sekcam) sabagai Pelaksana jabatan (Pj) Rumiati, SE,MM yang berhasil diwawancarai mengatakan bahwa dirinya akan mengkroscek dahulu kepada rekan-rekan aparatur kampung terlebih dahulu yang diduga melakukan pungutan tersebut.

Warga berharap permasalahan ini segera diungkap, penarikan pungutan yang dilakukan sangat memberatkan warga yang rata-rata berekonomi lemah, selain itu pungutan ini sudah menjadi ajang bisnis para oknum tersebut.

Seperti yang diketahui Prona adalah singkatan dari Proyek Operasi Nasional Agraria. PRONA diatur dalam Kepmendagri No. 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria. Tujuan utama dari Prona adalah memproses sertifikat tanah secara masal sebagai perwujudan dari pada program Catur Tertib di bidang pertanahan yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dan ditujukan bagi segenap lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah, serta menyelesaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis. Prona dibentuk dalam lingkungan Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri.

READ  Arah Kebijakan Wisata Natuna, Ronny Kambey: Pemerintah Bagaikan Pepatah Tong Kosong Nyaring Bunyinya!

Kemudian, mengenai biaya yang dikenakan untuk sertifikat tanah Prona, hal itu diatur dalam Keputusan Meneg Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1995 tentang Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertifikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria (Kepmeneg Agraria 4/1995).

Pasal 1 ayat (1) Kep Meneg Agraria 4/1995 menyatakan sebagai berikut: Pemberian hak-hak atas tanah negara kepada masyarakat, penegasan/pengakuan atas tanah-tanah hak adat dan tanah-tanah lainnya yang ditentukan sebagai lokasi Proyek Operasi Nasional Agraria dalam rangka persertifikatkan tanah secara massal, dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara seperti yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1975, dan kepada penerima hak-haknya dikenakan kewajiban membayar biaya administrasi.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pensertifikatan tanah dalam rangka Prona dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara, tapi penerima sertifikat tanah Prona tetap harus membayar biaya administrasi. Hal ini juga sesuai dengan informasi yang tercantum dalam laman resmi Badan Pertanahan Nasional.

PEMBERIAN HAK ATAS TANAH NEGARA :
a.1. Di daerah pedesaan.
Untuk luas tanah sampai dengan 2 Ha sebesar Rp 3.000,-

a.2. Di daerah perkotaan.
Untuk jenis penggunaan pertanian yang luasnya kurang dari 2000 M2 sebesar Rp 5.000,-
Untuk jenis penggunaan bukan pertanian yang luasnya sampai 2.000 M2 sebesar Rp 10.000,-

ASAL TANAH MILIK ADAT :
b.1. Daerah pedesaan.
Untuk luas tanah sampai 2 Ha sebesar Rp. 1.000,-

b.2. Di daerah perkotaan. Untuk luas tanah sampai 2.000 M2 sebesar Rp 1.000,- Di samping biaya administrasi, kepada setiap penerima hak atas tanah Negara dikenakan pula uang sumbangan untuk penyelenggaraan Landreform sebesar 50% dari biaya administrasi.

READ  Artis Via Vallen Meriahkan HUT Tulang Bawang Ke-22

Setiap pemohon dikenakan biaya Panitia A sebesar Rp. 1250,- untuk tiap bidang apabila lokasi tanah dalam proyek terdiri dari 10 bidang; sebesar Rp. 2.500,- apabila lokasi tanah dalam proyek terdiri dari 5 sampai 9 bidang.

Untuk biaya pendaftaran hak dikenakan pungutan sebesar:
a. Untuk konversi hak adat.
a.1. Rp 10.000,- untuk daerah perkotaan;
a.2. Rp. 1.000,- untuk daerah pedesaan;

Untuk penegasan hak.
b.1. Rp. 10.000,- untuk daerah perkotaan;
b.2. Rp. 1.000,- untuk daerah pedesaan;
Untuk tanah negara.
c.1. Rp. 10.000; untuk daerah pedesaan;
c.2. Rp. 1.000,- untuk daerah pedesaan;

Untuk biaya formulir sertifikat, dikenakan pungutan sebesar Rp. 2.000,-. (KP/red).


Pewarta : Hepi Suhara

Kontributor : Haluan Lampung