Penulis: admin |
ONOKAE.COM — Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization (WTO) didorong untuk mencabut moratorium pembebasan bea masuk produk bertransmisikan elektronik atau digital. Indonesia, India, dan Afrika Selatan disebut menjadi yang paling kuat mendorong hal tersebut.
“Posisi kita sebenarnya ingin moratorium itu dicabut. Ini sudah sekian tahun dan belakangan ini juga bertambah negara yang mengarah pada tidak untuk moratorium,” kata Direktur Kerja Sama Internasional Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan Anita Iskandar saat ditemui di Jakarta, Jumat, 17 Juni 2022.
Moratorium tersebut telah berlaku sejak 1998 dan membebaskan pengenaan bea impor pada aliran data dari lintas batas. Sedianya moratorium itu telah berakhir pada 2019 berdasarkan kesepakatan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO di 2017.
Namun, dalam KTM Ke-12 WTO yang dimulai pada 12 Juni 2022 di Jenewa, Swiss, muncul kesepakatan untuk memperpanjang moratorium hingga diadakan KTM-13 pada Desember 2023. Namun, jika KTM-13 itu gagal dilakukan, moratorium akan berakhir pada Maret 2024.
“Kalau tahun depan di Desember KTM berikutnya belum terlaksanakan, maka Maret 2024 moratorium dicabut,” tutur Anita.
Sedianya, Indonesia telah mengatur pengenaan bea impor atas produk yang ditransmisikan melalui elektronik lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 17/2018 tentang Penerapan Klasifikasi Barang dan Pembebasan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.
Dalam PMK itu, tarif yang dikenakan ialah nol persen. Dengan kata lain, hingga saat ini belum ada pungutan bea impor pada produk yang ditransmisikan melalui elektronik.
“Sampai sekarang belum ada rencana untuk menaikkan. Jadi kita tunggu saja pembahasannya. Keputusan seperti apa, kita ikut WTO, tapi harus ada pembahasan dulu, tidak langsung moratorium atau tidak,” jelas Anita.
Bila moratorium itu berakhir dan Indonesia menaikkan tarif bea impornya, dipastikan segala produk berupa konten musik, film, buku, hingga peranti lunak yang dibeli secara digital maupun aliran langsung (streaming) akan dipungut bea masuk.
Akibat moratorium itu, Indonesia dan beberapa negara berkembang mengalami kerugian berupa kehilangan potensi pendapatan selama bertahun-tahun. Karena itu, posisi Indonesia mantap mendorong pencabutan moratorium tersebut.
Di kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Centre for Strategic International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan pengenaan bea masuk pada produk bertransmisi elektronik justru akan merugikan Indonesia. Sebab, saat ini masih banyak layanan maupun konten yang diimpor oleh masyarakat Indonesia.
Selain itu, pengenaan bea impor juga dinilai bakal mengikis minat investor masuk ke Indonesia. Sebab, pungutan itu akan membuat Indonesia menjadi tidak kompetitif. Kalaupun alasannya untuk meningkatkan penerimaan negara, imbuh Yose, dampak yang dirasakan akan sangat minim.
“Kalaupun bea masuk itu diterapkan, dampak ke penerimaan negara itu hanya sekitar 0,07 persen dari total pendapatan. Ini kecil sekali,” terangnya saat ditemui di Jakarta, Selasa, 14 Juni 2022.