Penulis: admin |
BINTAN, (KP),- Kepala Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan Provinsi Kepri, Cholili Bunyani, menegaskan bahwa keberadaan perumahan, dengan pelaku serobot hutan lindung Sei Jago sama sekali tidak ada kaitannya. Perusakan hutan kata, Cholili, bukan dilakukan oleh warga perumahan tersebut, dan bukan pula oleh warganya. “ Perusakan dilakukan oleh saudara Eko, warga Tanjung Uban, bukan warga saya, “ katanya menjawab koranperbatasan.com, Sabtu (01/09/2018) malam.
Penegasan ini disampaikanya, menanggapi pemberitaan, dengan judul “Ada Rumah Mewah, Hutan Sei Jago Disulap Jadi Perumahan”. Dalam hal ini, Cholili Bunyani menerangkan bahwa perumahan tersebut adalah bantuan untuk warga miskin yang tinggal di lokalisasi Kampung Bukit Senyum. Bantuan rehab rumah untuk warga miskin ini, diperoleh dari Anggaran Pendapat Belanja Negera (APBN) tahun 2017 silam. Dengan harapan dapat memindahkan warga miskin yang ada secara bertahap, guna memperoleh kehidupan layak.
Melalui pesan WhatsApp, lelaki yang sudah mendapat amanah sebagai Kepala Desa, sejak tanggal 2 Juni 2016, kemudian menyebutkan bahwa perumahan ini terbentang di atas hamparan tanah dengan luas sekitar 6.000 meter persegi, atau setengah hektar lebih. Setelah di bangun, terdapat kurang lebih 100 jiwa, warga miskin menetap di rumah tersebut.
Saat pembangunan berlangsung, Cholili mengaku tidak tau, jika perumahan tersebut, masuk dalam kawasan hutan lindung Sei Jago. “ Saya minta maaf setelah ada kejadian pembabatan hutan di wilayah perbatasan. Kami baru tau kalau perumahan warga yang kami pindahkan itu, ternyata masuk ke wilayah hutan lindung. Selama ini kami hanya tau hutan lindung. Tetapi batas hutan lindung itu sendiri, yang kami dan seluruh warga tidak tau, “ ujar Cholili, melalui pesan WhatsApp, telepon genggam milik pribadi, yang dikirimnya ke Redaksi koranperbatasan.com.
Menurutnya, perumahan yang terletak di RT 01, RW 02, Jalan Datuk Laksemana, Kampung Sei Jeram, Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara ini berjumlah 40 buah. Dari 40, terdapat 37 rumah sudah berpenghuni. Rumah tersebut di kerjakan dengan cara bergotong royong, oleh para penerima bantuan. “ Sudah di tempati ada 37 rumah, tiga lagi belum di lantai. Sekarang mereka sudah punya rumah sendiri. Mereka bisa kita keluarkan dari lokalisasi. Mereka bisa hidup dengan baik secara mandiri. Alhamdulillah mereka mau jadi kuli bangunan, dan saya merasa senang mereka bisa berkumpul bersama. Setiap waktu anak-anaknya bisa ikut mengaji, dan bermain, mereka semuanya sudah mulai berubah. Semoga program ini, terus berlanjut, supaya tidak ada lagi warga miskin di desa kami. Karena berkurang, dan berubah menjadi sejahtera, “ imbuh Cholili.
Setelah mengetahui, perumahan tersebut berada di dalam kawasan hutan lindung. Sebagai Kepala Desa, Cholili memastikan bahwa pihaknya akan segera menemui dinas terkait. “ Kami akan minta petunjuk dari Dinas Kehutanan, bagaimana sebaiknya. Kalau pada akhirnya kami hanya boleh menumpang saja, tanpa bisa memiliki, insyaalah masyarakat kami siap menerimanya, sambil menjaga hutan dan bertani. Jadi dalam waktu dekat ini, kami akan menyurati Dinas Kehutanan Provinsi Kepri. Supaya nantinya masyarakat tau, dan bisa menjaga agar hutan lindung ini tetap hijau, serta dapat menyimpan air untuk anak cucu, “ paparnya mengakhiri.
Pada pemberitaan sebelumnya, dijelaskan terdapat salah satu kawasan hutan yang secara resmi telah di tetapkan oleh pemerintah sebagai hutan lindung, pada tahun 1987. Penetapan kawasan hutan lindung yang diperoleh dari hasil kesepakatan bersama pemerintah tersebut di berinama Hutan Lindung Sei Jago. Kawasan hutan tersebut di maklumat sebagai hutan lindung hingga sekarang.
Sayangnya pengawasan hutan lindung ini, masih terbilang kurang, papan plang kawasan hutan juga sulit untuk di temukan. Baru-baru ini, wartawan koranperbatasan.com menemukan sebagian dari kawasan hutan tersebut tampak gundul. Pohon-pohon besar dan rindang, habis di tebang oleh mereka yang tidak bertanggung jawab. Kabarnya, beberapa bulan lalu, sekelompok masyarakat telah membuat akses jalan, menggunakan alat berat, tanpa mengantongi izin dari dinas terkait.
Segelintir masyarakat kemudian melaporkan perbuatan perusakan hutan tersebut kepada Kapolres Bintan. Alhasil pekerjaan pembuatan akses jalan tersebut masuk ke ranah hukum. Dari laporan tersebut, di ketahui beberapa orang masyarakat yang merusak hutan sedang menjalani proses hukum. Dari hasil pemeriksaan, Kepolisian Kabupaten Bintan kemudian menetapkan sebanyak dua orang tersangka.
Ahli kehutanan Pemerintah Provinsi Kepri, ketika diminta keterangan membenarkan yang terjadi. Menurutnya, yang dilakukan oleh masyarakat setempat memang menyalahi aturan kehutanan karena tidak sesuai dengan UU berlaku. “ Dinas kehutanan juga salah dalam hal pembiaran, ” ungkap Berly menjawab koranperbatasan.com, melalui telepon genggam miliknya, Rabu (29/08/2018).
Hasil penelusan media ini, kawasan hutan Sei Jago telah di kuasai oleh masyarakat. Karena salah satunya ada yang mengantongi bukti kepemilikan, berupa surat alas hak. Lebih aneh lagi, Dinas Perkim Kabupaten Bintan juga disebut-sebut ikut terlibat merusak hutan, dengan membangun perumahan di dalam kawasan terlarang. Dalam hutan tersebut, juga tampak berdiri sebuah rumah mewah, yang diduga milik salah seorang pejabat Pemkab Bintan.
Menurut keterangan dari salah seorang tersangka bernama Eko, pada Rabu, (29/08/2018), selain mengaku siap menjalani hukuman. Dirinya juga memastikan bakal ada banyak tersangka yang akan terseret dalam kasus serobot tanah hutan lindung dikawasan Sei Jago Kabupaten Bintan ini (Ambox).